Minggu, 31 Oktober 2010

Al-Wala' dan al-Bara'

Kita menyakini bahwa pengikat al-wala' dan al-bara' adalah Islam, bukan yang lainnya. Setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, di mana ia berada, wajib mendapatkan wala' (loyalitas). Sedangkan orang yang kufur kepada Allah dan rasul-Nya, di manapun ia berada, wajib mendapatkan bara' (kebencian).

Barangsiapa yang dalam dirinya terdapat iman dan maksiat, maka ia diberi wala' sesuai kadar imannya dan wajib mendapatkan bara' sekadar dengan maksiatnya.

Kita juga meyakini bahwa orang yang memberikan loyalitasnya kepada agama selain Islam, maka tauhid dan imannya telah batal karenanya.

Allah Ta'ala berfirman, QS. Al-Maidah: 51,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim."

Kita juga meyakini bahwa orang yang memberikan loyalitasnya kepada agama selain Islam, maka tauhid dan imannya telah batal karenanya.

Muwalah (menjadikan pemimpin antara satu atas lainnya) menunjukkan arti cinta dan pertolongan. Maksudnya janganlah kalian bergabung dan masuk ke dalam barisan mereka yang didasari kecintaan. Alasan ('illah) larangan menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, karena mereka menjadi pemimpin atas sebagian mereka yang lain. Pastinya mereka berkoalisi menentang dan melawan kaum mukminin, yaitu dengan berusaha menimpakan keburukan, fitnah, dan kerugian atas mereka. Bagaimana mungkin terwujud loyalitas antara kita dan mereka?

Allah Ta'ala berfirman, QS. Al-Maidah: 55-56,

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang."

Setelah Allah melarang mengangkat pemimpin dari orang kafir, Allah menjelaskan siapa pemimpin mereka yang sebenarnya. Seolah-olah maknanya, "janganlah kalian mengangkat mereka jadi pemimpin, karena sebagian mereka menjadi pemimpin sebagian yang lain. Tak mungkin mereka loyal (cinta dan menolong) kaum mukminin. Sesungguhnya wali-wali (pemimpin) kalian adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman. Berikanlah loyalitas kalian hanya pada mereka."

Perlu diingat, bahwa loyalitas, pada dasarnya, hanya milik Allah. Adapun loyalitas kepada Rasul-Nya dan orang-orang beriman mengikuti loyalitas kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Allah Ta'ala berfirman, QS. Al-Mumtahanah: 1,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu . . ."

Allah 'Azza wa Jalla melarang menjadikan orang-orang musyrik dan kafir yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sebagai pemimpin dan orang-orang yang dicintai.

Allah Ta'ala berfirman, QS. Ali Imran: 28,

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ

"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah . . ."

Allah menjelaskan bahwa orang yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin dengan mengesampingkan orang beriman berarti dia telah berlepas diri dari Allah dan Allah pun berlepas diri darinya. Dan dia layak mendapat peringatan dan ancaman yang ada di dalamnya.

Orang yang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin dengan mengesampingkan orang beriman berarti dia telah berlepas diri dari Allah dan Allah pun berlepas diri darinya.

Kita diperintahkan oleh Allah mencontoh (meniru) sikap Nabi Ibrahim 'alaihis salam dan para pengikut beliau dalam memusuhi orang-orang musyrik dan menumbangkan mereka. Allah Ta'ala berfirman, (artinya) "Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja." (QS. Al-Mumtahanah: 4)

"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja." (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Allah Ta'ala berfirman (artinya), "ai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (QS. At-Taubah: 23-24)

Allah Ta'ala memerintahkan agar orang-orang beriman memperjelas sikap mereka terhadap orang kafir, walau mereka itu bapak atau anak mereka sendiri. Allah juga melarang memberikan loyalitas kepada mereka, jika mereka lebih memilih kekufuran daripada keimanan. Kemudian Allah Ta'ala memerintahkan Rasul-Nya agar mengancam orang yang mengutamakan keluarga dan kerabatnya atas Allah dan Rasul-Nya akan mendapat adzab dan siksa Allah.

Allah Ta'ala berfirman (artinya), "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. . ." (QS. Al-Mujadilah: 22)

Ayat ini turun ketika Abu Ubaidah radliyallah 'anhu membunuh ayahnya pada perang Badar. Ayat ini juga menjelaskan bahwa orang beriman tak akan mencintai orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. Orang yang tidak mau sama sekali mencintai musuh-musuh Allah termasuk orang yang telah Allah mantapkan iman dalam dadanya dan menjadikannya indah dalam pandangan nuraninya.

Orang beriman tak akan mencintai orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.

Dari 'Amru bin al-'Ash radliyallahu 'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dengan keras: "ketahuilah bahwa keluarga bapakku –yakni fulan- bukanlah wali-waliku. Sesungguhnya waliku adalah Allah dan orang-orang mukmin yang shaleh." (HR. Muslim).

Qadhi 'Iyadh rahimahullah berkata: "yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah al-Hakam bin Abil 'Ash. Wallahu A'lam.

Imam an-Nawawi rahimahullah memasukkan hadits ini dalam bab, "menjadikan orang mukminin sebagai wali dan memutus hubungan dari selain mereka serta berlepas diri darinya." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar