Minggu, 31 Oktober 2010

PANDUAN PUASA RAMADHAN

MUQADDIMAH

Artinya: Diriwayatkan dari Anas ra. ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw. : Apabila ada sesuatu dari urusan duniamu, maka kamu lebih tahu tentang hal itu. Jika ada urusan dienmu, maka akulah tempat kembalinya ( ikuti aku ). ( H.R Ahmad).

Artinya : Dirwayatkan dari 'Aisyah ra : Rasulullah saw. telah bersabda : Barangsiapa melakukan perbuatan yang bukan perintah kami, maka ia tertolak ( tidak diterima). Dan dalam riwayat lain: Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perintah kami ini yang bukan dari padanya, maka ia tertolak. Sementara dalam riwayat lain : Barangsiapa yang berbuat sesuatu urusan yang lain daripada perintah kami, maka ia tertolak.
(HR.Ahmad. Bukhary dan Abu Dawud).

Kandungan dua hadits shahih di atas menerangkan dengan jelas dan tegas bahwa segala perbuatan, amalan-amalan yang hubungannya dengan dien/syari'at terutama dalam masalah ubudiyah wajib menurut panduan dan petunjuk yang telah digariskan oleh Rasulullah saw. Tidak boleh ditambah dan/atau dikurangi meskipun menurut fikiran seolah-olah lebih baik. Diantara cara syaitan menggoda ummat Islam ialah membisikkan suatu tambahan dalam urusan Dien. Sayangnya, perkara ini dianggap soal sepele, enteng dan remeh. Padahal perbuatan seperti itu adalah merupakan suatu kerusakan yang amat fatal dan berbahaya.

Sabda Rasul saw. :

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, katanya : Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. berkhutbah kepada manusia pada waktu haji Wada' . Maka beliau bersabda : Sesungguhnya Syaithan telah berputus asa ( dalam berusaha ) agar ia disembah di bumimu ini. Tetapi ia ridha apabila ( bisikannya) ditaati dalam hal selain itu; yakni suatu amalan yang kamu anggap remeh dari amalan-amalan kamu, berhati-hatilah kamu sekalian. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu , yangjika kamu berpegang kepadanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya. Yaitu: Kitab Allah dan sunnah NabiNya. " ( HR. Hakim ).

Dengan demikian dapat difahami bagaimana Rasulullah saw. mengingatkan kita agar selalu waspada terhadap provokasi setan untuk beramal dengan menyalahi tuntunan Nabi sekalipun hal itu nampak remeh. "Diriwayatkan dari Ghudwahaif bin Al-Harits ra: ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw. : Setiap suatu kaum mengadakan Bid'ah, pasti saat itu diangkat (dihilangkan ) sunnah semisalnya. Maka berpegang teguh kepda sunnah itu lebih baik daripada mengadakan bid'ah" ( HR. Ahmad ).

Jadi, ketika amalan bid'ah ditimbulkan betapapun kecilnya, maka pada saat yang sama Sunnah telah dimusnahkan. Pada akhirnya lama kelamaan yang nampak dalam dien ini hanyalah perkara bid'ah sedangkan yang Sunnah dan original telah tertutup. Pada saat itulah ummat Islam akan menjadi lemah dan dikuasai musuh.

Insya Allah tak lama lagi kita akan menyambut kedatangan Ramadhan,dalam bulan yang penuh berkat ini kita diwajibkan menjalankan ibadah puasa Ramadhan

sebulan penuh , yang mana hal tersebut merupakan salah satu bagian dari rukun Islam. Karenanya hal tersebut amat penting. Berkaitan dengan hal diatas, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menunaikan ibadah puasa ini sesempurna mungkin , benar-benar bebas dari bid'ah sesuai dengan panduan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw.

Untuk keperluan itulah dalam risalah yang sederhana ini diterangkan beberapa hal yang berkaitan dengan amaliah puasa Ramadhan, zakat fithrah, dan Shalat 'Ied

berdasarkan Nash-nash yang Shariih ( jelas ). Dalil - dalil dan KESIMPULAN dibuat agar mudah difahami antara hubungan amal dengan dalilnya. Dan -tak ada gading yang tak retak- kata pepatah, sudah barang tentu risalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk menuju kesempurnaannya bantuan dari pemakai amat diharapkan. Semoga risalah ini diterima oleh Allah sebagai Amal Shalih yang bermanfaat terutama di akhirat nanti. Amien.

I. MASYRU'IYAT DAN MATLAMAT PUASA RAMADHAN.

1. "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa "( QS Al-Baqarah : 183 ).

2. "Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil ), karena itu barangsiapa diantara kamu menyaksikan (masuknya bulan ini ), maka hendaklah ia puasa... " ( Al-Baqarah: 185).

3. " Telah bersabda Rasulullah saw. : Islam didirikan di atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad ituadalah

utusan Allah. Mendirikan Shalat Mengeluarkan Zakat puasa di bulan Ramadhan Menunaikan haji ke Ka'bah. ( HR.Bukhari Muslim ).

4. "Diriwayatkan dari Thalhah bin ' Ubaidillah ra. : bahwa sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Nabi saw. : ia berkata : Wahai Rasulullah beritakan

kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah atas diriku. Beliau bersabda : puasa Ramadhan. Lalu orang itu bertanya lagi : Adakah puasa lain yang diwajibkan atas

diriku ?. Beliau bersabda : tidak ada, kecuali bila engkau puasa Sunnah. ".

KESIMPULAN : 

Dari ayat-ayat dan hadits-hadits diatas, kita dapat mengambil pelajaran :

1. puasa Ramadhan hukumnya Fardu ‘Ain

2. puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan.

II. KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DAN KEUTAMAAN BERAMAL DIDALAMNYA

1. Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda : Ketika datang bulan Ramadhan: Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu Jannah dibuka, pintu Neraka ditutup, Setan- Setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada suatu malam yang nilanya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa diharamkan kebaikannya ( tidak beramal baik didalamnya), sungguh telah diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini). ( HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).

2. "Diriwayatkan dari Urfujah, ia berkata : Aku berada di tempat 'Uqbah bin Furqad, maka masuklah ke tempat kami seorang dari Sahabat Nabi saw. ketika Utbah

melihatnya ia merasa takut padanya, maka ia diam. Ia berkata: maka ia menerangkan tentang puasa Ramadhan ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda tentang bulan Ramadhan: Di bulan Ramadhan ditutup seluruh pintu Neraka, dibuka seluruh pintu Jannah, dan dalam bulan ini Setan dibelenggu. Selanjutnya ia berkata : Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu menyeru : Wahai orang yang selalu mencari/ beramal kebaikan bergembiralah anda, dan wahai orang-orang yang mencari/berbuat kejelekan berhentilah ( dari perbuatan jahat) . Seruan ini terus didengungkan sampai akhir bulan Ramadhan." (Riwayat Ahmad dan Nasai )

3. " Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda : Shalat Lima waktu, Shalat Jum'at sampai Shalat Jum'at berikutnya, puasa Ramadhan sampai puasa Ramadhan berikutnya, adalah menutup dosa-dosa (kecil) yang diperbuat diantara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi." ( H.R.Muslim)

4. "Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: puasa dan Qur'an itu memintakan syafa’at seseorang hamba di hari

Kiamat nanti. puasa berkata : Wahai Rabbku,aku telah mencegah dia memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka berilah aku hak untuk

memintakan syafa'at baginya. Dan berkata pula AL-Qur'an : Wahai Rabbku aku telah mencegah dia tidur di malam hari ( karena membacaku ), maka berilah aku

hak untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memmintakan syafaat." ( H.R. Ahmad, Hadits Hasan).

5. "Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad : Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda : bahwa sesungguhnya bagi Jannah itu ada sebuah pintu yang disebut " Rayyaan".

Pada hari kiamat dikatakan : Dimana orang yang puasa? ( untuk masuk Jannah melalui pintu itu), jika yang terakhir diantara mereka sudah memasuki pintu itu,

maka ditutuplah pintu itu." (HR. Bukhary Muslim).

6. Rasulullah saw. bersabda : Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang ( HR.Bukhary Muslim).

KESIMPULAN : 

Kesemua Hadits di atas memberi pelajaran kepada kita, tentang keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan beramal didalamnya, diantaranya :

1. Bulan Ramadhan adalah:

* Bulan yang penuh Barakah.
* Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
* Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
* Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
* Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahan diri.

2. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain :

* Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya.
* Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't.
* Khusus bagi yang puasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah.

III. CARA MENETAPKAN AWAL DAN AKHIR BULAN

1. "Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. beliau berkata : Manusia sama melihat Hilal (bulan sabit), maka akupun mengabarkan hal itu kepada Rasululullah saw. Saya

katakan : sesungguhnya saya telah melihat Hilal. Maka beliau saw. puasa dan memerintahkan semua orang agar puasa." ( H.R Abu Dawud, Al-Hakim dan Ibnu Hibban).(Hadits Shahih).

2. "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Mulailah puasa karena melihat ru'yah dan berbukalah ( akhirilah puasa Ramadhan ) dengan melihat ru'yah. Apabila awan menutupi pandanganmu, maka sempurnakanlah bulan Sya'ban selama Tiga Puluh hari. "( HR. Bukhary Muslim).

KESIMPULAN

* Menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan dengan melihat ru'yah, meskipun bersumber dari laporan seseorang, yag penting adil ( dapat dipercaya ).
* Jika bulan sabit ( Hilal ) tidak terlihat karena tertutup awan, misalnya, maka bilangan bulan Sya'ban digenapkan menjadi Tiga Puluh hari. ( dalil 1 dan 2).
* Pada dasarnya ru'yah yang dilihat oleh penduduk di suatu negara, berlaku untuk seluruh dunia. Hal ini akan berlaku jika Khilafah ' Ala Minhaajinnabiy sudah tegak ( dalil 2 ).
* Selama khilafah belum tegak, untuk menghindarkan meluasnya perbedaan pendapat ummat Islam tentang hal ini, sebaiknya ummat Islam mengikuti ru'yah yag nampak di negeri masing-masing. ( ini hanya pendapat sebagian ulama).

IV. RUKUN PUASA

1. "... dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam...( AL-Baqarah :187).

2. "Adiy bin Hatim berkata : Ketika turun ayat ; artinya (...hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam...), lalu aku mengambil seutas benang hitam dan seutas benang putih, lalu kedua utas benang itu akau simpan dibawah bantalku. Maka pada waktu malam saya amati, tetapi tidak tampak jelas, maka saya pergi menemui Rasulullah saw. Dan saya ceritakan hal ini kepada beliau. Beliapun bersabda: Yang dimaksud adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar). " ( H.R. Bukhary Muslim).

3. "Allah Ta'ala berfirman : " Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlashkan ketaatan untukNya " ( Al-Bayyinah :5)

4. "Rasulullah saw. bersabda : Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan." ( H.R Bukhary dan Muslim).

5. "Diriwayatkan dari Hafshah , ia berkata : Telah bersabda Nabi saw. : Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya ." (HR. Abu Dawud) Hadits Shahih.

KESIMPULAN:

Keterangan ayat dan hadit di atas memberi pelajaran kepada kita bahawa rukun puasa Ramadhan adalah sebagai berikut :

a. Berniat sejak malam hari

b. Menahan makan, minum, koitus (Jima') dengan isteri di siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari ( Maghrib), .

V. YANG DIWAJIBKAN PUASA RAMADHAN.

1. "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian untuk puasa, sebagaimana yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa. " ( Al-Baqarah : 183)

2. "Diriwayatkan dari Ali ra., ia berkata : Sesungguhnya nabi saw telah bersabda : telah diangkat pena ( kewajiban syar'i/ taklif) dari tiga golongan .

- Dari orang gila sehingga dia sembuh - dari orang tidur sehingga bangun - dari anak-anak sampai ia bermimpi / dewasa." ( H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).

KESIMPULAN

Keterangan di atas mengajarkan kepada kita bahwa : yang diwajibkan puasa Ramadhan adalah: setiap orang beriman baik lelaki maupun wanita yang sudah

baligh/dewasa dan sehat akal /sadar.

VI. YANG DILARANG PUASA


1. "Diriwayatkan dari 'Aisyah ra. ia berkata : Disaat kami haidh di masa Rasulullah saw, kami dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah mengqadha Shalat "( H.R Bukhary Muslim).

KESIMPULAN

Keterangan di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.

VII. YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN

1. "(Masa yang diwajibkan kamu puasa itu ialah) bulan Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Qur'an, menjadi pertunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan) antara yang haq dengan yang bathil. Karenanya, siapa saja dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia puasa di bulan itu; dan siapa saja yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah ia berbuka, kemudian wajiblah ia puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadhan), dan supaya kamu membesarkan Allah karena mendapat pertunjukNya, dan supaya kamu bersyukur." ( Al-Baqarah:185.)

2. "Diriwayatkan dari Mu'adz , ia berkata : Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan atas nabi untuk puasa, maka DIA turunkan ayat ( dalam surat AL-Baqarah : 183-184), maka pada saat itu barangsiapa mau puasa dan barangsiapa mau memberi makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain ( AL-Baqarah : 185), maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim dan sehat dan diberi rukhsah ( keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir dan ditetapkan cukup memberi makan orang misikin bagi oran yang sudah sangat tua dan tidak mampu puasa. " ( HR. Ahmad, Abu Dawud, AL-Baihaqi dengan sanad shahih).

3. "Diriwayatkan dari Hamzah Al-Islamy : Wahai Rasulullah, aku dapati bahwa diriku kuat untuk puasa dalam safar, berdosakah saya ? Maka beliau bersabda : hal itu adalah merupakan kemurahan dari Allah Ta'ala, maka barangsiapa yang menggunakannya maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk terus puasa maka tidak ada dosa baginya " ( H.R.Muslim)

4. "Diriwayatkan dari Sa'id Al-Khudry ra. ia berkata : Kami bepergian bersama Rasulullah saw. ke Makkah, sedang kami dalam keadaan puasa. Selanjutnya ia berkata : Kami berhenti di suatu tempat. Maka Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya kamu sekalian sudah berada ditempat yang dekat dengan musuh kalian, dan berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu. Ini merupakan rukhsah, maka diantara kami ada yang masih puasa dan ada juga yang berbuka. Kemudian kami berhenti di tempat lain. Maka beliau juga bersabda: Sesungguhnya besok kamu akan bertemu musuh, berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu sekalian,maka berbukalah. Maka ini merupakan kemestian, kamipun semuanya berbuka. Selanjutnya bila kami bepergian beserta Rasulullah saw. kami puasa ." ( H.R Ahmad, Muslim dan Abu Dawud).

5. "Diriwayatkan dari Sa'id Al-Khudry ra. ia berkata : Pada suatu hari kami pergi berperang beserta Rasulullah saw. di bulan Ramadhan. Diantara kami ada yang puasa dan diantara kami ada yang berbuka . Yang puasa tidak mencela yang berbuka ,dan yang berbuka tidak mencela yang puasa. Mereka berpendapat bahwa siapa yang mendapati dirinya ada kekuatan lalu puasa, hal itu adalah baik dan barangsiapa yang mendapati dirinya lemah lalu berbuka,maka hal ini juga baik" (HR. Ahmad dan Muslim)

6. "Dari Jabir bin Abdullah : Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pergi menuju ke Makkah pada waktu fathu Makkah, beliau puasa sampai ke Kurraa’il Ghamiim dan semua manusia yang menyertai beliau juga puasa. Lalu dilaporkan kepada beliau bahwa manusia yang menyertai beliau merasa berat , tetapi mereka tetap puasa karena mereka melihat apa yang tuan amalkan (puasa). Maka beliau meminta segelas air lalu diminumnya. Sedang manusia melihat beliau, lalu sebagian berbuka dan sebagian lainnya tetap puasa. Kemudian sampai ke telinga beliau bahwa masih ada yang nekad untuk puasa. Maka beliaupun bersabda : mereka itu adalah durhaka." (HR.Tirmidzy).

7. "Ucapan Ibnu Abbas : wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah memberi makan orang miskin " ( Riwayat Abu Dawud ). Shahih

8. "Diriwayatkan dari Nafi' dari Ibnu Umar: Bahwa sesungguhnya istrinya bertanya kepadanya ( tentang puasa Ramadhan ), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka ia menjawab : Berbukalah dan berilah makan sehari seorang miskin dan tidak usah mengqadha puasa ." (Riwayat Baihaqi) Shahih.

9. "Diriwayatkan dari Sa'id bin Abi 'Urwah dari Ibnu Abbas beliau berkata : Apabila seorang wanita hamil khawatir akan kesehatan dirinya dan wanita yang menyusui khawatir akan kesehatan anaknya jika puasa Ramadhan. Beliau berkata : Keduanya boleh berbuka (tidak puasa ) dan harus memberi makan sehari seorang miskin dan tidak perlu mengqadha puasa" (HR.Ath-Thabari dengan sanad shahih di atas syaratMuslim , kitab AL-irwa jilid IV hal 19).

KESIMPULAN: 
 
Pelajaran yang dapat diambil dari keterangan di atas adalah : Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain, mereka itu ialah :

1. Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
2. Orang yang bepergian ( Musafir ). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa. Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena:

1. Umurnya sangat tua dan lemah.
2. Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
3. Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
4. Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
5. Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan. ( dalil 2,7,8 dan 9).

VIII HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

1. "...dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam (fajar ), kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam..." ( Al-Baqarah : 187).

2. "Dari Abu Hurairah ra.: bahwa sesungguhnya nabi saw. telah bersabda : Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum " (Hadits Shahih, riwayat Al-Jama'ah kecuali An-Nasai).

3. Dari Abu Hurairah ra. bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda : Barang siapa yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang puasa - maka tidak wajib qadha ( puasanya tetap sah ), sedang barang siapa yang berusaha sehinggga muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha ( puasanya batal ). ( H.R : Abu Daud dan At-Tirmidziy )

4. Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata : Disaat kami berhaidh ( datang bulan ) dimasa Rasulullah saw. kami dilarang puasa dan diperintah untuk mengqadhanya dan kami tidak diperintah untuk mengqadha shalat. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

5. Diriwayatkan dari Hafshah, ia berkata : Telah bersabda Nabi saw. Barang siapa yang tidak berniat untuk puasa ( Ramadhan ) sejak malam, maka tidak ada puasa baginya. ( H.R : Abu Daud ) hadits shahih.

6. Telah bersabda Rasulullah saw: Bahwa sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah saya terlanjur menyetubuhi istri saya (di siang hari) padahal saya dalam keadaan puasa ( Ramadhan ), maka Rasulullah saw bersabda : Punyakah kamu seorang budak untuk dimerdekakan ? Ia menjawab : Tidak. Rasulullah saw bersabda : Mampukah kamu puasa dua bulan berturut-turut ? Lelaki itu menjawab : Tidak. Beliau bersabda lagi : Punyakah kamu persediaan makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin ? Lelaki itu menjawab : Tidak. Lalu beliau diam, maka ketika kami dalam keadaan semacam itu, Rasulullah datang dengan membawa satu keranjang kurma, lalu bertanya : dimana orang yang bertanya tadi ? ambilah kurma ini dan shadaqahkan dia. Maka orang tersebut bertanya : Apakah kepada orang yang lebih miskin dari padaku ya Rasulullah ? Demi Allah tidak ada diantara sudut-sudutnya ( Madinah ) keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku. Maka Nabi saw. lalu tertawa sampai terlihat gigi serinya kemudian bersabda : Ambillah untuk memberi makan keluargamu. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

KESIMPULAN

Ayat dan hadits-hadits tersebut di atas menerangkan kepada kita bahwa hal-hal yang dapat membatalkan puasa ( Ramadhan ) ialah sbb :

* Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
* Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
* Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka.
* Dengan sengaja menyetubuhi istri di siang hari Ramadhan, ini disamping puasanya batal ia terkena hukum yang berupa : memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
* Datang bulan di siang hari Ramadhan ( sebelum waktu masuk Maghrib ).

IX. HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU IBADAH PUASA.


1. Diriwayatkan dari Aisyah ra Bahwa sesungguhnya Nabi saw. dalam keadaan junub sampai waktu Shubuh sedang beliau sedang dalam keadaan puasa, kemudian mandi. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

2. Diriwayatkan dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. ia berkata kepadanya : Dan sungguh telah saya lihat Rasulullah saw. menyiram air di atas kepala beliau padahal beliau dalam keadaan puasa karena haus dan karena udara panas. ( H.R : Ahmad, Malik dan Abu Daud )

3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw berbekam sedang beliau dalam keadaan puasa. (H.R : Al-Bukhary ) .

4. Diriwayatkan dari Aisyah ra Adalah Rasulullah saw mencium ( istrinya ) sedang beliau dalam keadaan puasa dan menggauli dan bercumbu rayu dengan istrinya (tidak sampai bersetubuh ) sedang beliau dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan birahinya. ( H.R : Al-Jama'ah kecuali Nasa'i) hadits shahih.

5. Diriwayatkan dari Abdullah bin Furuuj : Bahwa sesungguhnya ada seorang wanita bertanya kepada Ummu Salamah ra. Wanita itu berkata : Sesungguhnya suami saya mencium saya sedang dia dan saya dalam keadaan puasa, bagaimana pendapatmu ? Maka ia menjawab : Adalah Rasulullah r pernah mencium saya sedang beliau dan saya dalam keadaan puasa. ( H.R : Aththahawi dan Ahmad dengan sanad yang baik dengan mengikut syarat Muslim ).

6. Diriwayatkan dari Luqaidh bin Shabrah : Sesungguhnya Nabi saw bersabda : Apabila kamu beristinsyaaq ( menghisap air ke hidung ) keraskan kecuali kamu dalam keadaan puasa. ( H.R :Ashhabus Sunan )

7. Perkataan ibnu Abbas : Tidak mengapa orang yang puasa mencicipi cuka dan sesuatu yang akan dibelinya ( Ahmad dan Al-Bukhary ).

KESIMPULAN


Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa hal-hal tersebut di bawah ini bila diamalkan tidak membatalkan puasa :

1. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
2. Menta'khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh.
3. Berbekam pada siang hari.
4. Mencium, menggauli, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari.
5. Beristinsyak ( menghirup air kedalam hidung )terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya.
6. Disuntik di siang hari.
7. Mencicipi makanan asal tidak ditelan.

ADAB-ADAB PUASA RAMADHAN.

1. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: Apabila malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang matahari sudah terbenam, maka orang yang puasa boleh berbuka. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

2. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad : Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda : Manusia ( ummat Islam ) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim)

3. Diriwayatakan dari Anas ra., ia berkata : Rasulullah saw berbuka dengan makan beberapa ruthaab (kurma basah ) sebelum shalat, kalau tidak ada maka dengan kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk. ( H.R : Abu Daud dan Al-Hakiem )

4. Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda : Apabila salah seorang diantara kamu puasa hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih. ( H.R : Ahmad dan At-Tirmidzi )

5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar : Adalah Nabi saw. selesai berbuka Beliau berdo'a (artinya) telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap ada Insya Allah. ( H.R : Ad-Daaruquthni dan Abu Daud hadits hasan )

6. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam itu ( yang sudah terhidang ). ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

7. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda : Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah. (H.R : Al-Bukhary )

8. Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Ma'di Yaqrib, dari Nabi saw. bersabda : Hendaklah kamu semua makan sahur, karena sahur adalah makanan yang penuh berkah. ( H.R : An-Nasa'i )

9. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit t berkata : Kami bersahur bersama Rasulullah saw. kemudian kami bangkit untuk menunaikan shalat ( Shubuh ). saya berkata :
Berapa saat jarak antara keduanya ( antara waktu sahur dan waktu Shubuh )?Ia berkata : Selama orang membaca limapuluh ayat. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

10. Diriwayatkan dari Amru bin Maimun, ia berkata : Adalah para sahabat Muhammad saw. adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan makan sahur. ( H.R : Al-Baihaqi )

11. Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila salah seorang diantara kamu mendengar adzan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan hendaklah ia menyelesaikan hajatnya ( makan/minum sahur )daripadanya. (H.R : Ahmad dan Abu Daud dan Al-Hakiem )

12. Diriwayatkan dari Abu Usamah ra. ia berkata : Shalat telah di'iqamahkan, sedang segelas minuman masih di tangan Umar ra. beliau bertanya : Apakah ini boleh saya minum wahai Rasulullah ? Beliau r.a menjawab : ya, lalu ia meminumnya. ( H.R Ibnu Jarir )

13. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata :Adalah Rasulullah saw. orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mentadaruskan beliau saw. al-qur'an dan benar-benar Rasulullah saw. lebih dermawan tentang kebajikan( cepat berbuat kebaikan ) daripada angin yang dikirim.(HR Al-Bukhary )

14. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata :Adalah Rasulullah saw. menggalakkan qiyamullail (shalat malam ) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib, maka beliau bersabda : Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu. ( H.R : Jama'ah )

15. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Nabi saw. apabila memasuki sepuluh hari terakhir ( bulan Ramadhan ) beliau benar-benar menghidupkan malam ( untuk beribadah ) dan membangunkan istrinya ( agar beribadah ) dengan mengencangkan ikatan sarungnya (tidak mengumpuli istrinya ). ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

16. Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata : Adalah Nabi saw. bersungguh-sungguh shalat malam pada sepuluh hari terakhir ( di bulan Ramadhan ) tidak seperti kesungguhannya dalam bulan selainnya. ( H.R : Muslim )

17. Diriwayatkan dari Abu salamah din Abdur Rahman, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Aisyah ra: Bagaimana shalat malamnya Rasulullah saw di bulan Ramadhan ? maka ia menjawab : Rasulullah saw tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas raka'at baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya, caranya : Beliau shalat empat raka'at jangan tanya baik dan panjangnya, kemudian shalat lagi empat raka'at jangan ditanya baik dan panjangnya, kemudian shalat tiga raka’at. ( H.R : Al-Bukhary,Muslim dan lainnya )

18. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. apabila bangun shalat malam, beliau membuka dengan shalat dua raka'at yang ringan, kemudian shalat delapan raka'at, kemudian shalat witir. ( H.R : Muslim )

19. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata : Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata : Wahai Rasulullah bagaimana cara shalat malam ? Maka Rasulullah r. menjawab : Shalat malam itu dua raka'at dua raka'at. Apabila kamu khawatir masuk shalat Shubuh, maka berwitirlah satu raka'at. ( H.R : Jama'ah)

20. Dari Aisyah ra. ia berkata : Sesungguhnya Nabi saw shalat di masjid, lalu para sahabat shalat sesuai dengan shalat beliau ( bermakmum di belakang ), lalu beliau shalat pada malam kedua dan para sahabat bermakmum dibelakangnya bertambah banyak, kemudian pada malam yang ketiga atau yang keempat mereka berkumpul, maka Rasulullah saw tidak keluar mengimami mereka. Setelah pagi hari beliau bersabda : Saya telah tahu apa yang kalian perbuat, tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar kepada kalian ( untuk mengimami shalat ) melainkan aku khawatir shalat malam ini difardhukan atas kalian. Ini terjadi pada bulan Ramadhan. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

21. Dari Ubay bin Ka'ab t. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. shalat witir dengan membaca : Sabihisma Rabbikal A'la )dan ( Qul ya ayyuhal kafirun) dan (Qulhu wallahu ahad ). ( H.R : Ahmad, Abu Daud, Annasa'i dan Ibnu Majah )

22. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali t. ia berkata : Rasulullah saw. telah mengajarkan kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam qunut witir : ( artinya ) Ya Allah berilah aku petunjuk beserta orang-orang yang telah engkau beri petunjuk, berilah aku kesehatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesehatan yang sempurna, pimpinlah aku beserta orang yang telah Engkau pimpin, Berkatilah untukku apa yang telah Engkau berikan, peliharalah aku dari apa yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tiada yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung Engkau wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau. ( H.R : Ahmad, Abu Daud, Annasa'i, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah )

23. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda :Barang siapa yang shalat malam menepati lailatul qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu. ( H.R : Jama'ah )

24. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda : berusahalah untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir. (H.R : Muslim )

25. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata : Dinampakkan dalam mimpi seorang laki-laki bahwa lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh, maka Rasulullah saw. bersabda : Sayapun bermimpi seperti mimpimu, ( ditampakkan pada sepuluh malam terakhir, maka carilah ia ( lailatul qadar ) pada malam-malam ganjil. ( H.R : Muslim )

26. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Saya berkata kepada Rasulullah saw. Ya Rasulullah, bagaimana pendapat tuan bila saya mengetahui lailatul qadar,apa yang saya harus baca pada malam itu ? Beliau bersabda : Bacalah ( artinya ) Yaa Allah sesungguhnya Engkau maha pemberi ampun, Engkau suka kepada keampunan maka ampunilah daku. (H.R : At-Tirmidzi dan Ahmad )

27. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw mengamalkan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

28. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. apabila hendak beri'tikaf, beliau shalat shubuh kemudian memasuki tempat i'tikafnya.......... ( H.R :Jama'ah kecuali At-Tirmidzi )

29. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. apabila beri'tikaf , beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku menyisirnya, dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena untuk memenuhi hajat manusia ( buang air, mandi dll...) ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim )

30. Allah ta'ala berfirman : ( artinya ) Janganlah kalian mencampuri mereka( istri-istri kalian ) sedang kalian dalam keadaan i'tikaf dalam masjid. Itulah batas-batas ketentuan Allah, maka jangan di dekati...( Al-Baqarah : 187 )

31. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw: Setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali puasa, ia adalah untukku dan aku yang memberikan pahala dengannya. Dan sesungguhnya puasa itu adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu puasa janganlah berbuat keji , jangan berteriak-teriak ( pertengkaran ), apabila seorang memakinya sedang ia puasa maka hendaklah ia katakan : " sesungguhnya saya sedang puasa" . Demi jiwa Muhammad yang ada di tanganNya sungguh bau busuknya mulut orang yang sedang puasa itu lebih wangi disisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan, apabila ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan apabila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena puasanya. ( H.R : Al-Bukhary dan Muslim)

32. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata : Sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda : Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat ( untuk menerima ) dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya. ( H.R: Jama'ah Kecuali Muslim ) Maksudnya Allah tidak merasa perlu memberi pahala puasanya.

33. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar yang sering di panggil Ummu Sinan : Apa yang menghalangimu untuk melakukan haji bersama kami ? Ia menjawab : Keledai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh ayahnya si fulan (suaminya ) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain di pakai untuk memberi minum anak-anak kami. Nabi pun bersabda lagi : Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku. ( H.R :Muslim)

34. Rasulullah sw. bersabda : Apabila datang bulan Ramadhan kerjakanlah umrah karena umrah di dalamnya (bulan Ramadhan ) setingkat dengan haji. ( H.R : Muslim)

KESIMPULAN

Ayat dan hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengamalkan puasa Ramadhan kita perlu melaksanakan adab-adab sbb :

1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib. Sunnah berbuka adalah sbb :

1. Disegerakan yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti kurma, air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat.
2. Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu.
3. Setelah berbuka berdo'a dengan do'a sbb : Artinya : Telah hilang rasa haus, dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah.

2. Makan sahur. Adab-adab sahur :

a. Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh.
b. Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh. Imsak tidak ada sunnahnya dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabi'in.

3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-qur'an

4. Menegakkan shalat malam / shalat Tarawih dengan berjama'ah. Dan shalat Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir( 20 hb. sampai akhir Ramadhan). Cara shalat Tarawih adalah :

1. Dengan berjama'ah.
2. Tidak lebih dari sebelas raka'at yakni salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at.
3. Dibuka dengan dua raka'at yang ringan.
4. Bacaan dalam witir : Raka'at pertama : Sabihisma Rabbika. Roka't kedua : Qul yaa ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga : Qulhuwallahu ahad.
5. Membaca do'a qunut dalam shalat witir.

5. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati lailatul qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada keampunan maka ampunilah aku.

6. Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir.

Cara i'tikaf :

a. Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid.

b. Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak.

c. Tidak mencampuri istri dimasa i'tikaf.

7. Mengerjakan umrah.

8. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran.

Doa-Doa Penyejuk Hati

Aku tahu ya Rabb, rizkiku tak mungkin diambil orang lain, maka hatiku tenang. Amal-amalku tak mungkin diambil orang, maka aku sibukkan diriku untuk beramal. Aku tahu Allah senantiasa melihatku, maka aku malu bila Allah mendapatkanku sedang maksiat. Aku tahu bahwa kematian menantiku, maka aku persiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabbku, maka aku munajat kepada-Mu, khusnul khatimahkan diakhir hayatku. Amin.

Ya Rabb, kami memohon kepada-Mu agar mensucikan hati-hati kami dari kotoran dengki dan iri hati, kecenderungan kepada keburukan dan nista, penyakit dendam dan benci, serta tanamkanlah rasa cinta dan kasih sayang ke dalam hati kami, penuhilah dengan kebaikan dan anugrah, serta segerakanlah dengan perasaan belas kasihan. Amin

Mari bersama merengkuh penyucian jiwa dan raga dengan bangun malam. Tidak melewatkan waktu kecuali dengan solat, dzikir dan munajat, mohon kepada sang khaliq dengan khusyu dan tawaddu. Sesungguhnya Allah dekat dengan kita. Amin

Ya Allah, bukakanlah keatas kami hikmat-Mu dan limpahkanlah keatas kami khazanah rahmat-Mu, Wahai Tuhan Rabbul Izzati yang maha pemurah lagi maha penyayang, tambahkanlah ilmuku dan luaskanlah kefahamanku, Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku, terimalah pemohonanku Ya Rabb. Amin.

Duhai Dzat yang memiliki siang dan malam, manakala malam menyelimuti kegelapannya kami bersujud dengan penuh harap atas ridho-Mu, Ya Rabb terimalah ibadah kami dan sucikanlah hati kami. Amin.

Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihanilah aku dan cukupkanlah segala kekuranganku dan tingkatkanlah derajatku dan berikanlah rizki kepada ku, Ya Rabb aku bersujud dan bersimpuh berserah diri kepada-Mu.Turunkanlah magfirah-Mu. Amin.

Ya Allah, ditempat ini aku bertaubat kepada-Mu dari dosa kecil dan dosa besar, dari kesalahan yang tampak dan yang tersembunyi, dari tergelinciran yang lama dan yang baru, dengan tobatnya orang yang tidak menghendaki lagi melakukan kemaksiatan dan tidak berniat kembali kepada kedurhakaan, Ya Rabb hanya Engkaulah Maha Pengampun. Amin.

Ya Raab, saya tidak ragu atas rahmat-Mu, engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku Ya Raab dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang sholeh. Ya Allah, karuniakanlah keikhlasan dalam jiwa kami. Jadikanlah kami hamba-Mu yang senantiasa peduli dengan hamba yang lainnya. Ya Allah bantulah kami, untuk mendekati-Mu dengan amal-amal yang suci. Amal yang membersihkan kami dari dosa dan menjaga kami dari mengulangi celaka. Amin.
Ya Allah, limpahkanlah malam-malam barakah kepada hamba-hamba-Mu ini. Malam dimana hamba-Mu senantiasa bersujud kepada-Mu, malam dimana hamba-Mu dengan khusyu’ menghadap-Mu dengan penuh linangan air mata berharap ampunan dan ridho-Mu, sementara banyak hamba-hamba-Mu yang lain sedang terbuai mimpi dalam tidur mereka. Amin.

Ya Allah, berikan aku ilham untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan agar dapat beramal sholeh yang engkau ridhoi, jadikanlah ketrunanku orang-orang yang sholeh. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Amin.

Ya Allah, jadikanlah aku dan keturunanku orang-orang yang mendirikan sholat, Ya Allah kabulkanlah do’aku, kasihi kesendirianku dihadapan-Mu. Gemetar hatiku karena gentar kepada-Mu. Goncangan tubuhku karena takut kepada-Mu. Dosa-dosaku wahai Tuhanku, telah membawa kepada tempat kehinaan dihadapan-Mu. Amin.

Ya Allah, jadikanlah pendengaran kami, pandangan dan kekuatan kami menyenangi jalan petunjuk-Mu dan jadikanlah hawa nafsu kami patuh pada ajaran yang dibawa oleh kekasih-Mu Muhammad SAW, Ya Allah berilah kami kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Amin.

Ya Allah hapuskanlah segala dosaku, dosaku bagaikan pasir hingga tak mampu menghitungnya, Ya Rabb jauhkanlah kami dari selang sengketa, fitnah dan duri durjana, Engkaulah Ya Rabb Maha mengetahui tentang kelemahan hamba-Nya. Sebab itu Ya Rabb kuatkan imanku agar tidak mudah berbuat maksiat. Amin.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu keselamatan dalam menjalankan agama, sehat bandannya, bertambah ilmunya, berkah rizkinya, sempat bertaubat sebelum mati, mendapat rahmat ketika mati, mendapat ampunan sesudah mati, Ya Rabb hanya engkaulah tempat hamba memohon, selamatkan keluarga kami yang saat ini sedang dalam menanti kesembuhan atas kehendak-Mu. Amin.

Andai Ini Ramadhan Terakhir

andai engkau tahu ini Ramadhan terakhir bagimu
pastilah engkau bersimpuh selalu mengingat nama-Nya
menyanyikan bait cinta kasih dan pujia-pujian untuk-Nya

andai engkau tahu ini Ramadhan terakhir bagimu
pastilah engkau mengingat-Nya setiap saat
engkau rapikan sholatmu menjadi ala waktiha
tidak seperti selama ini yang hanya fi waktiha
atau bahkan terlalu sering engkau lupakan
sholatmu pastilah menjadi sangat berkualitas
khusu’, tawadhu’ sebagaimana seorang hamba
saat memohon sesuatu kepada Tuannya
merenungi akan sumpah yang terus saja engkau ingkari
ingatkah janjimu
bahwa sholatmu, ibadahmu, hidup dan matimu
hanya engkau serahkan kepada-Nya

andai engkau tahu ini Ramadhan terakhir bagimu
pastilah rumahmu akan engkau hiasa dengan amal sholeh
engkau tak akan melepas sedetikpun tanpa melantunkan firman-firman-Nya
siang, malam senantiasa mengabdi pada-Nya
saat siang tiba,
engkau singkap lebih banyak waktu di antara urusan duniamu
untuk menyatakn cintamu kepada-Nya
saat malam tiba,
qiyamu lail menjadi akrab bagimu

andai engkau tahu ini Ramadhan terakhir bagimu
pastilah engkau kenang kembali dosa-dosamu
durhaka kepada ayah bunda karena telah melupakan mereka
menangis karena tak sempat berziarah menabur doa untuk mereka
air mata membanjir dari matamu
membasahi hatimu yang penuh dosa dan nista

andai engkau tahu ini Ramadhan terakhir bagimu
pastilah engkau akan bercucuran iar mata
mengharap, memohon untuk bertemu Ramadhan berikutnya
dengan nikmat yang telah engkau rasakan

Bukan Sembarang Istri

Ketika kita sudah berikrar menjadi sepasang suami istri berarti kita pun siap hidup bersama dalam suka dan duka, mendampingi suami hingga akhir hayat. Komitmen seperti itu bukanlah hal sulit bagi sebagian perempuan, apa sih susahnya hidup bersama dengan orang yang dicintai. Tapi jangan salah ada sebagian perempuan yang menghadapi dilema untuk mewujudkan komitmennya yang satu ini.

Terutama bagi para perempuan yang punya karier di luar rumah, ketika suatu saat suaminya pindah tugas ke luar kota atau harus melanjutkan study ke luar negeri. Mereka dihadapkan pada pilihan berat ikut suami atau tetap tinggal dengan pekerjaannya. Melepas suami seorang diri jauh-jauh dari keluarga bukanlah kondisi yang menenangkan, dan sebaliknya melepas pekerjaan begitu saja, padahal sudah diraih dengan susah payah adalah hal yang sangat berat.

Begitulah hidup penuh dengan pilihan. Setiap pilihan yang kita ambil menghadirkan konsekwensi yang harus kita hadapi. Hanya orang-orang bijak yang menentukan pilihan yang arif dan maslahat bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang disekitarnya. Dan saya bertemu dengan orang-orang bijak ini ketika merantau bersama suami ke negeri jiran. Saya banyak bertemu dengan para istri yang setia mendampingi suaminya belajar. Tidak sedikit diantara para istri ini yang rela meninggalkan pekerjaannya di tanah air.

Yang membuat saya kagum pekerjaanya bukanlah pekerjaan yang mudah diraih. Ada yang bekerja sebagai dokter umum di RS swasta yang cukup terkenal di Jakarta, ada juga yang bekerja sebagai sekretaris perusahaan besar, ada juga yang berprofesi sebagai dosen bahkan ada manager di perusahaan besar. Subhanallah, sungguh pengorbanan yang luar biasa dalam pandangan saya.

Saya yakin para istri ini memilih meninggalkan pekerjaan bukanlah hal yang mudah, apalagi disini mereka harus kehilangan penghasilan dan rutinitas yang sudah bertahun-tahun dijalani. Tapi mereka sudah menentukan pilihan yang suatu hari nanti akan menghasilkan buah yang tidak ternilai. Mungkin sekarang para istri ini kehilangan penghasilan dan status sebagai wanita karier, tapi kebersamaan dengan keluarga, suami dan anak-anak tidak bisa diukur oleh materi. Mereka sedang memberikan pupuk kehidupan yang sehat untuk buah hatinya, sebagai bekal untuk mengarungi samudra kehidupan.

Pengorbanan para istri ini tidak berhenti sampai disitu, di medan perjuangan ini mereka dihadapkan pada kondisi yang sulit. Biaya hidup sangat tinggi sedangkan beasiswa yang diterima sangat kecil. Bahkan ada yang mengalami beasiswanya habis, Inalillahi. Dalam kondisi seperti inilah para istri tangguh ini tampil. Ada yang mengambil pekerjaan sebagai pengasuh anak, membantu pekerjaan rumah (alias pembantu sambilan), membuat kue untuk dijual di kantin-kantin, berjualan pakaian, penjaga kedai (walaupun harus siap ditangkap).

Pekerjaan kecil inilah yang menopang ekonomi keluarga hingga anak-anak bisa terus sekolah, dapur tetap ngebul dan suami bisa menyelesaikan studinya. Sungguh pengorbanan yang luar biasa bukan, sehingga layak menyandang gelar. Bukan sembarang istri. Tidak semua perempuan mampu mengambil langkah seperti mereka, banyak para istri yang lebih memilih karier sendiri dibanding harus mendampingi suaminya.

Sungguh beruntung suaminya bisa bersanding dengan istri seperti ini. Mau berkorban apa saja untuk kesuksesan suaminya, semoga suami senantiasa mengingat pengorbanan istrinya. Bahwa dalam kesuksesan yang diraihnya ada tetes peluh dan senandung doa istrinya. Dan hanya Allah saja yang bisa membalas kebaikan para istri ini, Semoga Allah memudahkan urusan kita di dunia dan di akherat, Amin.

Kekeliruan Dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Sebentar lagi kita kedatangan tamu dari Allah yang mulia, pasti kita sebagai orang Islam bergembira dalam menyambutnya, namun kita tetap harus memperhatikan ketentuan syariat dengan menjauhi kekeliruan menyambut bulan tersebut.

Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin.

1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan

Tidaklah tepat keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktu utama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenal dengan “nyadran”). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian, dapat mendoakan mereka sewaktu-waktu. Namun masalahnya adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu seperti menjelang Ramadhan dan meyakini bahwa waktu tersebut adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang mengajarkan hal ini.

Syeikh Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya seputar masalah ini:

Apakah ziarah kubur pada hari-hari raya halal atau haram ?

Beliau menjawab: hal itu tidak mengapa, kapan saja boleh, tetapi mengkhususkannya pada hari raya tidak benar, apabila mempercayai bahwa ziarah pada hari raya lebih utama atau semacamnya, adapun apabila pengkhususan dikarenakan waktu yang luang, maka tidak mengapa karena ziarah tidak ada waktu yang khusus, boleh berziarah dimalam hari atau siang, pada hari-hari raya atau selainnya, tidak ada ketentuannya, tidak ada waktu yang khusus, karena Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: (ziarahilah kuburan, karena itu dapat mengingatkan kepada kalian akhirat), dan beliau tidak menentukan waktunya, maka setiap muslim dapat menziarahinya disetiap waktu, dimalam hari, dan siang, dan pada hari-hari raya, dan lainnya. Namun tidak mengkhususkan hari tertentu dengan maksud bahwa hari itu lebih utama dari lainnya, adapun jika mengkhususkannya karena tidak ada waktu selain itu maka tidak mengapa.

2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan

Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan “padusan”) ada juga yang melakukannya dengan ikhtilath campur baur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

“Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami tidak memakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalam penetapan bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Bazizah mengatakan,”Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhan dengan hisab) adalah madzhab bathil dan syari’at telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikit sekali.” (Fathul Baari, 6/156)

4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)

Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)

5. Melafazhkan Niat “Nawaitu Shouma Ghodin…”

Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini, apalagi jika hal itu dilakukan secara berjamaah dengan dipimpin oleh seseorang karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Madzhab Syafi’i- mengatakan,

لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi’ul Waroq-Maktabah Syamilah)

6. Membangunkan “Sahur … Sahur”

Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “sahur … sahur ….” baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu.

Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak pernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini. Jadi, hendaklah yang dilakukan adalah melaksanakan dua kali adzan. Adzan pertama untuk menunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu memiliki nasehat yang indah, “Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian.” (Lihat pembahasan at Tashiir di Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 334-336)

7. Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ

“Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut oleh pancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehingga tampak bagi kalian warna merah yang melintang.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih).

Maka hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum) adalah sejak terbit fajar shodiq –yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menit sebelum adzan shubuh. Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, “Berapa lama jarak antara iqomah dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata, “Sekitar 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah berapa lama jarak antara sahur dan iqomah? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangat dekat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur’an (sekitar 10 atau 15 menit)

8. Do’a Ketika Berbuka “Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”

Ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan amalan ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy).

Adapun do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).

9. Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga berbelanja besar-besaran ketika menyambut ramadhan:

Hal ini sebenarnya malah bertentangan dengan satu maksud dan tujuan puasa yaitu supaya kita prihatin ikut merasakan penderitaan kaum fakir miskin, bukan justru memindahkan waktu makan atau malah menambah porsi makan kita dari diluar Ramadhan. Apalagi hal seperti dapat mengakibatkan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Kalau kita bercermin pada para salaf dahulu, dimana untuk menyambut Ramadhan mereka lebih mempersiapkan fisik dan mental dengan melakukan pemanasan ibadah di bulan Sya’ban, barangkali untuk memaksimalkan ibadah dibulan Ramadhan.

Jika kita melihat kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibulan Sya’ban sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau banyak berpuasa dibulan tersebut.

Begitu juga para salaf dahulu sudah mulai memperbanyak bacaan Al-Qur’an sejak bulan Sya’ban.

Salamah bin Kuhail berkata: Dahulu kami menyebut bulan Sya’ban sebagai bulan para pembaca Al-Qur’an.

‘Amru bin Qois ketika masuk bulan Sya’ban beliau menutup tokonya dan menyibukkan dengan membaca Al-Qur’an.

Diriwayatkan juga dari Imam Malik bahwa beliau ketika dibulan Ramadhan mengurangi aktivitas dakwah dan memperbanyak ibadah dan khalwat dengan Rabnya.

Inilah cara para salaf dahulu menyambut bulan Ramadhan yang mulia ini.

10. Menyambut Ramadhan dengan bermain petasan dan mercun.

Ini jelas dilarang dalam Islam, karena selain menghamburkan harta untuk hal yang tidak bermanfaat, karena setiap rupiah yang kita belanjakan akan kita pertanggungjawabkan dihadapan Allah Ta’alaa, juga dapat menganggu orang lain yang pastinya juga diharamkan apalagi saat bulan Ramadhan ketika kebanyakan manusia tengah khusyuk dalam beribadah.

Shalat dapat membuat otak jadi sehat

Hasil penelitian:
Ditemukan beberapa urat saraf otak manusia yang tidak dimasuki darah. Padahal, tiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup agar otak dapat berfungsi lebih normal.
Darah tidak akan memasuki urat saraf tersebut melainkan ketika seseorang melakukan shalat, saat sujud.

Jadi, barang siapa yang tidak menunaikan shalat maka otak tidak dapat menerima darah yang cukup untuk berfungsi lebih normal. Oleh karena itu terciptanya manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam, karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.
Subhanallah...

Kiat Meningkatkan Tilawah di Bulan Ramadhan

Ramadhan yang dikenal sebagai syahrul Qur'an adalah kesempatan yang sangat berharga bagi kita untuk memperbanyak tilawah Al-Qur'an. Nama syahrul Qur'an yang melekat pada bulan Ramadhan adalah karena diturunkannya (permulaan) Al-Qur'an pada bulan ini. Sebagaimana firman-Nya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ

Bulan Ramadhan, (yakni bulan) yang di dalam-Nya diturunkan Al-Qur'an (QS. Al-Baqarah : 185)

Rasulullah sendiri memiliki agenda rutin pada bulan Ramadhan bersama Jibril, yakni tadarus. Artinya, Rasulullah membacakan Al-Qur'an yang telah diwahyukan kepada beliau di hadapan malaikat Jibril untuk diverifikasi (secara talaqqi) oleh Jibril, hingga lebih bisa dipastikan tidak ada kekeliruan satu huruf pun di dalamnya.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah SAW adalah orang yang paling murah hati, lebih-lebih ketika bertemu Jibril di bulan Ramadhan. Beliau bertemu Jibril pada pada setiap malam bulan Ramadhan untuk tadarus Al-Qur'an" (HR. Bukhari)

Maka tilawah Al-Qur'an, yang di hari biasa saja memiliki keutamaan yang luar biasa, apatah lagi di bulan Ramadhan di mana semua pahala amal kebaikan dilipatgandakan.

Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم َرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Qur’an) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengatakan Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf (HR. Tirmidzi)

Beruntunglah jika kita memiliki sebuah komunitas atau jamaah yang memotivasi kita untuk memperbanyak tilawah Al-Qur'an di bulan Ramadhan, misalnya kesepakatan bersama yang menargetkan kita untuk khatam satu kali atau dua kali dalam bulan Ramadhan. Nah, bagaimana kiatnya agar kita bisa mencapai target itu atau bahkan lebih baik lagi? Berikut ini beberapa kiat yang bisa dicoba:

1. Membuat target pribadi yang lebih tinggi dari Ramadhan sebelumnya, atau target yang telah disepakati dalam komunitas atau jama'ah. Bagi yang sudah berkeluarga, mengadakan kompetisi dengan istri/suami dengan target yang lebih tinggi bisa menjadi alternatif yang menarik. Selain termotivasi untuk meningkatkan tilawah, kita juga telah berusaha membangun keharmonisan cinta dalam suasana Islami. Jadi, kalau kita semula menargetkan dua kali khatam, bersama istri kita membuat kesepakatan untuk dapat mencapai tiga kali khatam.

2. Menanamkan tekad (azzam) yang kuat bahwa target realistis yang telah kita tentukan pasti bisa kita capai. Berdoa kepada Allah, selain dapat memperkuat azam kita juga memperkokoh keikhlasan sehingga ketika nantinya kita mencapainya tidak menjadi ujub atau takabur karena kita yakin itu tercapai atas pertolongan Allah SWT.

3. Sediakan waktu khusus selama Ramadhan untuk tilawah Al-Qur'an. Waktu yang direkomendasikan bagi orang umum dengan jam kerja normal ada pada tiga kesempatan. Kesempatan pertama, selepas shalat tarawih. Upayakan membaca satu juz pada saat itu. Kedua, setelah sahur dan/atau sesudah shalat Subuh. Upayakan pula satu juz pada saat itu. Dan ketiga, saat istirahat kerja. Umumnya kita mendapatkan waktu istirahat selama 1 jam. Jika pada hari biasa waktu 1 jam itu kita manfaatkan untuk shalat Dzuhur dan makan siang, pada bulan Ramadhan ini makan siang otomatis tidak ada. Jadi ada waktu sekitar 40 sampai 45 menit untuk tilawah. Itu adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan 1 juz secara tartil. Sebab jika kita mengacu pada murattal gaya Syaikh Sudais, dibutuhkan sekitar 45 menit. Seringkali tartil kita lebih cepat dari itu kan? Sekitar 30 sampai 40 menit untuk satu juz.

4. Bawalah mushaf di setiap kesempatan, khususnya saat kerja. Mushaf ini nantinya dimanfaatkan untuk tilawah saat istirahat sebagaimana poin 3 di atas. Untuk lebih mudahnya, direkomendasikan membawa mushaf per juz. Jadi Anda bisa denagn mudah memasukkannya ke saku. Cukup bawa 2 juz ke tempat kerja, karena target kita hanya satu juz pada saat kerja. Jika ada kesempatan, misalnya menunggu kendaraan atau hal lain, kita bisa memanfaatkannya untuk menambah tilawah.

5. Tidak semua hari bisa kondusif sesuai keinginan kita. Kadang ada acara urgen atau mendadak yang memaksa kita kehilangan kesempatan tilawah. Misalnya adanya syura atau agenda dakwah ba'da tarawih. Maka kita perlu memanfaatkan hari libur, ketika ada kesempatan kita gunakan untuk tilawah, sebagai pengganti (badal) dari tilawah yang kita tinggalkan. Syukur-syukur kalau itu menjadi tabungan tilawah.

6. Evaluasi secara berkala. Insya Allah Anda sudah ahli masalah ini. Jika pada hari keempat anda baru mencapai 7 juz (padahal target 3 kali khatam), perlu ada solusi. Atau barangkali target Anda yang tidak realistis. Tetapi jangan pernah membuat target yang lebih rendah dari target umum atau Ramadhan sebelumnya. Jadi, meskipun Anda tidak mencapai target pribadi (atau kalah kompetisi dengan istri), target bersama (yang satu atau dua kali khatam tadi) tetap tercapai.

7. Tetap berupaya memenuhi adab-adab tilawah. Meskipun kita tilawah lebih cepat dari kaset murattal (sekitar 10 menit lebih cepat), kita harus tetap mempertahankan tartil dan menjaga tajwid serta adab-adab lain.

Adab Tilawah Al-Qur'an (اداب التلاوة)
Al-Qur'an merupakan wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk menjadi petunjuk bagi umatnya. Kitab suci Al-Qur'an yang juga menjadi mukjizat bagi Rasulullah SAW ini sekaligus merupakan sumber hukum Islam yang pertama. Karenanya sangat tepat jika harakah Islam menjadikan Al-Qur'an Dusturuna (القران دسترنا) sebagai slogan yang diimplementasikan dalam kehidupan berjamaah dan berharakah.

Salah satu bentuk interaksi yang wajib dilakukan oleh umat Islam terhadap Al-Qur'an adalah membacanya, tilawah Al-Qur'an. Bahkan dalam sebuah hadits diungkapkan bagaimana kebiasaan yang dianjurkan Rasulullah dalam membaca Al-Qur'an; yakni khatam Al-Qur'an tidak lebih dari satu bulan dan tidak kurang dari tiga hari. Dalam membaca Al-Qur'an, ada adab-adab tilawah yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh kaum muslimin sebagai berikut :

Suci Badan (طهارة البدن)Diantara adab tilawah adalah suci badan. Al-Qur'an merupakan firman Allah SWT; wahyu yang dimuliakan. Maka sangat tidak tepat jika kita tilawah Al-Qur'an sementara badan kita dalam kondisi kotor, apalagi terkena najis.

Wudhu (الوضوء)Adab tilawah Al-Qur'an yang kedua adalah wudhu. Hendaknya kita mengambil air wudhu terlebih dahulu sebelum tilawah Al-Qur'an, karena pada saat kita tilawah kita menyentuh mushaf Al-Qur'an Al-Karim. Hendaknya kita sadari bahwa Al-Qur'an ini tidak sama dengan buku-buku, majalah atau koran yang seenaknya kita perlakukan.

Diantara dalil yang sering dipakai dalam adab ini adalah firman Allah SWT:
لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan (QS. Al-Waqi'ah : 77)

Tetapi membawa ayat itu dalam konteks wudhu sebelum tilawah adalah pengambilan dalil yang kurang tepat, sebab yang dimaksud dengan orang-orang yang disucikan (المطهرون) dalam ayat di atas adalah para malaikat, bukan manusia yang memiliki wudhu. Sebagaimana Al-Qur'an yang dimaksud dalam ayat itu adalah Al-Qur'an yang ada di lauh mahfudz, bukan mushaf Al-Qur'an yang kita pegang saat tilawah.

Dalil yang tepat dalam adab ini adalah hadits yang dibawakan Dr. Yusuf Qardhawi dalam buku Berinteraksi dengan Al-Qur'an:
لايمس القرآن إلا طاهر

Al-Qur'an tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang sudah suci. (HR. An-Nasai, Daruquthni, Baihaqi)

Bersih Tempat (نظافة المكان)Termasuk bagian dari adab tilawah adalah tempat yang bersih/tepat. Tidak boleh bagi kita membaca Al-Qur'an di tempat-tempat yang tidak pantas, seperti tempat pembuangan sampah. Dan larangan yang lebih besar membawa mushaf atau membaca Al-Qur'an di WC.

Khusyu' (الخشوع)Adab tilawah berikutnya adalah khusyu'. Yakni menghadirkan hati saat membaca ayat-ayat Allah SWT. Jika kita membaca surat dari orang yang kita cintai saja demikian penuh perhatian dan tidak melewatkan satu kata pun, meresapi maknanya, dan jiwa terbawa karenanya, maka Al-Qur'an seharusnya lebih dari itu bagi jiwa kita saat membacanya. Demikian pula, jika kita membaca surat dari pemimpin atau atasan kita kita begitu perhatian dan konsentrasi sehingga paham betul apa isi surat itu, tilawah Al-Qur'an seharusnya lebih berkualitas dari itu. Bukankah ini adalah firman Allah SWT, dzat yang telah menciptakan kita? Bukankah ini adalah petunjuk hidup kita? Menghadirkan hati dan merasa bahwa ayat-ayat itu ditujukan secara khusus buat kita adalah jalan mencapai khusyu'.
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْسَنُ النَّاسِ صَوْتًا بِالْقُرْآنِ ؟ قَالَ : مَنْ إِذَا سَمِعْتَ قِرَاءَتَهُ رَأَيْتَ أَنَّهُ يَخْشَى اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ

Nabi SAW ditanya: "Siapa yang paling bagus suaranya dengan Al-Qur'an?" Beliau bersabda: "Orang yang apabila kalian mendengar ia membaca Al-Qur'an, kalian lihat ia takut kepada Allah Azza Wa Jalla" (HR. Thabrani, hadits semakna diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Syaibah)

Diantara indikasi khusyu' adalah menangis saat membaca Al-Qur'an, terlebih ketika menjumpai ayat-ayat adzab. Karenanya kita tidak saja dianjurkan menangis, bahkan bagi yang tidak mampu menangis supaya berusaha menangis; tangis-tangiskanlah.
اتْلُوُا الْقُرْآنَ وَابْكُوْا، فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا

Bacalah Al-Qur'an dan menangislah, jika kalian tidak dapat menangis, maka tangis-tangiskanlah (berusahalah untu menangis). (HR. Abu Iwanah, Hadits semakna diriwayatkan oleh Hakim dan Ibnu Majah)

Tenang dan Tenteram (السكينة والوقار)Diantara adab membaca Al-Qur'an adalah tenang dan tenteram. Sebaliknya, tidak dibenarkan membaca Al-Qur'an dengan tergesa-gesa, gugup, atau merasa dikejar setoran. Bukankah membaca Al-Qur'an merupakan dzikir dan dengan dzikir hati kita akan tenang?
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra'du : 28)

Lebih jauh lagi Allah SWT menghubungkan antara khusyu' dalam adab tilawah sebelumnya dengan ketenangan dan keterteraman dalam adab tilawah kali ini dalam firman-Nya:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun. (QS. Az-Zumar : 23)

Bersiwak Sebelum Mulai (الإستاك قبل البدء)Hendaknya kita bersiwak terlebih dahulu sebelum tilawah Al-Qur'an. Dengan begitu, bau mulut kita menjadi harum saat melantunkan ayat-ayat Ilahi. Sebaliknya, tidak sepantasnya kita tilawah sementara mulut kita bau tidak sedap, apalagi bau jengkol yang tidak disukai oleh Rasulullah SAW.

Ta'awudz di Permulaan (التعوذ في البداية)Diantara adab tilawah adalah membaca ta'awudz di awal tilawah. Sebagaimana firman Allah SWT:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. (QS. An-Nahl : 98)

Basmalah di Setiap Awal Surat (البسملة في مطلع كل سورة)Di setiap awal surat, hendaknya membaca basmalah. Pada semua mushaf sudah tercantum basmalah di awal setiap surat untuk memudahkan melaksanakan adab tilawah ini. Hanya ada satu surat yang dikecualikan yakni Surat At-Taubah atau Surat Bara'ah. Tidak boleh mendahului dengan basmalah, tetapi cukup dengan ta'awudz.

Tartil (الترتيل)Diantara adab yang sangat penting dalam tilawah adalah tartil. Yaitu membaca Al-Qur'an secara perlahan dan sesuai dengan kaidah tajwid.

Allah SWT berfirman :
وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا

Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan (QS. Al-Muzammil : 4)

Umumnya, sikap orang yang membaca Al-Qur'an terhadap adab ini ada empat:Pertama, mampu tapi tidak mau. Yaitu mereka yang sebenarnya bisa membaca tartil, juga menguasai tajwid, tapi tidak menggunakannya. Entah karena alasan buru-buru mengejar "setoran buku putih" atau karena salah paham dalam memahami pahala membaca Al-Qur'an ditentukan oleh kuantitas bacaan, atau karena "ditarget" oleh lingkungan seperti orang-orang khataman Qur'an.

Kedua, mau tapi tidak mampu. Mereka sudah berusaha belajar tajwid dengan sungguh-sungguh. Mereka bahkan ikut dalam program tahsin, diantaranya. Tetapi masih saja belum mampu untuk tilawah dengan tartil sesuai tajwid. Jika golongan ini memang sudah berusaha belajar dan tetap semangat tilawah Al-Qur'an, maka Rasulullah memiliki kabar gembira buat mereka :
مَثَلُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهْوَ حَافِظٌ لَهُ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ ، وَمَثَلُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهْوَ يَتَعَاهَدُهُ وَهْوَ عَلَيْهِ شَدِيدٌ ، فَلَهُ أَجْرَانِ

Orang yang membaca Al-Qur'an dan mahir, maka akan bersama para malaikat, pesuruh Allah yang mulia. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur'an dengan terbata-bata dan merasa berat, maka ia akan dapat dua pahala. (HR. Bukhari)

Ketiga, tidak mampu dan tidak mau. Yaitu mereka yang tidak mampu membaca dengan tartil, tidak mau untuk berusaha belajar, sekaligus tidak memiliki kemauan untuk membaca Al-Qur'an dengan tartil.

Keempat, mau dan mampu. Maka, beruntunglah golongan yang keempat ini. Merekalah yang mendapat kabar gembira pertama dalam hadits riwayat bukhari di atas. Dan seyogyanya, semua kader tarbiyah berupaya menjadi golongan keempat ini.

Masuk juga dalam adab ini adalah melagukan Al-Qur'an. Jadi tartilnya bukan sekedar membaca sesuai kaidah tajwid, tetapi juga dilagukan dengan indah. Kalau kita mendengar tilawahnya Syaikh Sudais, Syaikh Shuraim, Al-Mathrud, Al-Mishary, dan ulama-ulama lain hati kita mudah tersentuh karena mereka membaca Al-Qur'an tidak hanya tartil tetapi juga memiliki lagu-lagu khas yang menyentuh hati.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ

Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur'an (HR. Bukhari, Abu Dawud, Ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, Thabrani)
زينوا القرآن بأصواتكم

Perindahlah Al-Qur'an dengan suara kalian (HR. Bukhari, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim)

Sujud bila bertemu Ayat Sajdah (السجود عند آيات السجود)Termasuk adab tilawah adalah bersujud ketika membaca ayat-ayat sajdah. Ayat-ayat sajdah ini ada pada lima belas tempat di dalam Al-Qur'an, yaitu: Al-A'raf : 206, Ar-Ra'du : 105, An-nahl : 50, Al-Isra' : 109, Maryam : 58, Al-Hajj : 18, Al-Hajj : 77, Al-Furqan : 60, An-Naml : 28, As-Sajdah : 15, Shad : 24, Fushilat : 38, An-najm : 62, Al-Insyiqaq : 21, dan Al-Alaq : 19.

Ketika kita bersujud tilawah, Syaitan menangis dan menyadari tempat kembalinya di neraka, sekaligus iri karena orang yang bersujud tilawah ini berhak mendapatkan surga.
إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِى يَقُولُ يَا وَيْلَهُ - وَفِى رِوَايَةِ أَبِى كُرَيْبٍ يَا وَيْلِى - أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِىَ النَّارُ

Ketika Anak Adam membaca ayat-ayat sajdah lalu bersujud, syaitan menangis sambil mengatakan: "Celakalah aku, anak Adam diperintah bersujud maka mereka bersujud dan memperoleh surga, sementara aku diperintah bersujud, lalu aku mendurhakai, maka aku mendapatkan neraka". (HR. Muslim)

Tadabbur (التدبر)Termasuk adab tilawah juga adalah tadabbur. Yakni memikirkan ayat yang dibaca, berusaha secara sistematis untuk memahami Al Qur’an, sehingga dapat melakukan petunjuk Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah SAW pernah menangis di waktu Shubuh. Ketika ditanya oleh sahabat, beliau menjawab bahwa semalam turun ayat :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. Ali Imran : 190)

Beliau mentadabburi ayat ini hingga menangis semalaman.

Diantara buah dari tadabur adalah bertambahnya keimanan orang yang tilawah Al-Qur'an. Allah SWT berfirman :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal : 2)

Jejak Rasulullah Saw Dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan. Orang mukmin dianjurkan untuk meraih sebaik-baiknya, dan sebanyak-banyaknya kesempatan dalam berbuat kebajikan apapun bentuknya. Bila kita menelusuri jejak Rasululah saw. dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini, maka akan kita dapati hal-hal sbb: 
  1. Beliau selalu bergegas memenuhi panggilan kebaikan, seperti salat berjama'ah, salat sunnah, mengeluarkan sedekah, membaca al-Qur'an dan sebagainya. Beliau bersabda: "Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, dibelenggulah syetan dan jin, ditutuplah pintu-pintu mereka, dan dibukalah pintu-pintu surga, kemudian diserukan: wahai orang yang mendambakan kebaikan, datanglah!! dan wahai orang yang tak suka kebaikan, bermalaslah!! (artinya, engganlah memperbanyak amalmu). Dan sesungguhnya dalam bulan Ramadhan ini setiap malamnya Allah swt. membebaskan orang-orang yang dikehendakiNYA dari api neraka. (Hadis riwayat Imam al-Turmudzi)
  2. Melipatgandakan amal perbuatan yang baik, baik yang fardlu maupun yang sunnah. Diriwayatkan oleh Salman, bahwa pada suatu hari di penghujung bulan Sya'ban Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian manusia, telah datang kepadamu bulan yang agung, penuh keberkahan, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan; diwajibkan padanya puasa; dan dianjurkan untuk menghidupkan malam-malamnya. Maka barang siapa yang mengerjakan satu kebajikan pada bulan ini, seolah-olah ia mengerjakan satu perintah kewajiban di bulan lain, dan siapa yang mengerjakan ibadah yang wajib, seakan-akan ia mengerjakan tujuh puluh kali kewajiban tersebut di bulan yang lain."
    Begitulah pahala mengerjakan ibadah sunnah sama dengan pahala mengerjakan ibadah wajib, sedangkan ibadah wajib akan dibalas tujuh puluh kali lipat pahalanya.
  3. Beliau sangat pemurah dan sangat gemar bersedekah serta memberi makan orang yang berpuasa. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary ra., bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang paling pemurah, lebih-lebih pada bulan Ramadhan. Dilukiskan bahwa beliau bagaikan hembusan angin yang lembut, membawa banyak karunia, menabur kegembiraan di hati orang mukmin. Diriwayatkan pula bahwa beliau sangat penderma, bahkan tidak pernah menolak permintaan apapun yang diajukan ke beliau.
  4. Banyak berdo'a, terutama ketika hendak berbuka puasa. Beliau bersabda: "Saat-saat berbuka adalah saat yang paling tepat dan mujarab bagi orang yang berpuasa untuk berdoa." Dan doa yang selalu diucapkan ketika berdoa adalah "Ya Allah, hanya karenamu aku berpuasa, dan dengan rizkimu aku berbuka, telah hilang haus dan dahaka, maka tetap hauslah pahala bagiku, ya Allah!!".
  5. Selalu tadarus (membaca al-Qur'an). Setiap malam bulan Ramadhan Malaikat Jibril as. selalu datang menemui Rasulullah saw., dan bersama-sama membaca al-Qur'an, slih berganti. Hikmah tadarus Rasulullah di antaranya adalah untuk mengajarkan umatnya agar rajin membaca al-Qur'an atau tadarus, terutama di bulan suci Ramadhan itu, di setiap waktu, apalagi di malam hari, dan ketika mengerjakan salat malam (tahajjud).
  6. Meningkatkan gairah ibadahnya terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hal mana dilaksanakan untuk meraih terutama lailatul qadar. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang beribadah pada malam lailatul qadar dengan penih keimanan dan harapan, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah ia lakukan." Seperti kita ketahui, bahwa ibadah pada malam ini sama nilainya dengan kita beribadah seribu bulan lamanya. Dan doa yang paling afdhol (paling utama) diucapkan pada malam itu adalah: "Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan Pemurah serta sangat suka memaafkan. Maka ampunilah kesalahan-kesalahan kami, ya Allah. (Allaahumma innaka 'afuwwun kariim, tuhibbu al-'afwa fa'fu 'annaa yaa kariim). Diriwayatkan: barang siapa yang salat Maghrib dan Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, maka ia telah mendapatkan sebagian besar keutamaan malam Lailatul Qadar itu. Riwayat yang lain mengatakan, "Siapa yang salat Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, seakan-akan ia telah menghidupkan separoh malam tersebut, dan bila ia menunaikan salat Subuhnya, maka ia telah menyempurnakan seluruh malam Lailatur Qadar tersebut.
Itulah beberapa jejek Rasulullah saw. pada bulan Ramadhan, yang pada dasarnya beliau mengajarkan umatnya agar bersungguh-sungguh meraih kebaikan-kebaikan yang ada padanya, dengan berbuat keta'atan, kebaikan, ibadah, terutama ibadah-ibadah sosial, seperti menolong orang lain, meringankan beban hidup orang lain, menyantuni anak yatim dan orang-orang yang papa atau memberi makan orang yang akan berbuka puasa. Di samping itu beliau juga mengajarkan umatnya agar menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan munkar, makruh, dan mubah, apalagi yang haram. Bahkan beliau memperingatkan dengan sabdanya: "Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan keji atau kotor (seperti berdusta, membicarakan orang lain atau mengadu domba), maka tidak ada artinya puasanya itu, kecuali ia hanya merasakan lapar dan dahaga saja."

Demikianlah, semoga Allah swt. menerima dan melipatgandakan amal ibadah kita, dan semoga Allah swt. memberikan kekuatan di dalam menjalankannya. Salawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad saw. Walhamdulillahirabbil'aalamiin.

Tiga Catatan di Akhir Ramadhan

“Siapa yang tidak mampu meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta (waktu berpuasa), maka Allah tidak membutuhkan lapar dan hausnya.” (HR. Al-Bukhari)
Maha Agung Allah Yang menggantikan malam kepada siang. Siang pun kembali menuju malam. Hari-hari beriring membentuk bulan. Dan bulan-bulan pun beredar menjadi tahun. Semua nikmat dan berkah-Nya seperti berkumpul pada satu puncak bulan: Ramadan. Kini “madu” Ramadhan tahun ini sudah sampai di tetes terakhir untuk kita nikmati. Ada tiga catatan yang patut kita garis bawahi selama menikmati Ramdhan tahun ini, (tapi Anda bisa menambahkannya sesuai perenungan yang Anda dapatkan selama menikmati Ramadhan tahun ini).

Pertama, seliar apa pun nafsu kita, ia bisa didewasakan.
Momentum Ramadan menyediakan tarbiyah khusus buat nafsu kita. Mungkin, nafsu bisa mendikte apa pun di luar Ramadan. Di balik tuntutan lapar, ia bisa saja menciptakan seribu satu dalih agar orang mencuri. Ia juga bisa mengelabui orang hingga terjebak pada zina. Dan di balik tuntutan istirahat, ia pun mampu mengungkung orang menjadi penyantai dan pemalas.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “…sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 12: 53)
Di luar Ramadan, pintu-pintu aliran energi nafsu kerap terbuka lebar. Ia bebas mondar-mandir. Bisa bertingkah seperti apa pun menurut seleranya. Kekuatan nafsu kian berkembang bersama energi yang diperoleh tubuh dari makan, minum, dan lain-lain. Bayangkan jika pintu-pintu itu tak pernah tertutup. Nafsu jadi kian liar.
Allah swt. menghadiahi shaum agar seorang mukmin bisa mendewasakan nafsu. Bisa menutup-buka pintu-pintu energinya. Hingga, nafsu tidak lagi seperti anak kecil yang bisa dapat apa pun ketika merengek dan menuntut. Nafsu harus dipaksa. Agar, ia bisa dewasa. Semoga tarbiyah Rabbaniyah di bulan Ramadhan ini telah memdewasakan nafsu kita. Sehingga, pasca Ramadhan nanti kita bisa mengendalikan diri.

Kedua, sekotor apa pun jiwa kita, ia bisa dibersihkan.
Jangan pernah membayangkan kalau yang di dalam tak tersentuh kotoran. Alur hidup persis seperti aliran air dalam pipa-pipa. Ada yang masuk, mengalir dan berproses hingga menjadi keluaran. Kian kotor masukan, makin banyak endapan yang melekat pada bagian dalam pipa. Suatu saat, pipa bisa keropos. Ini akan berpengaruh pada keluaran yang dihasilkan.
Selama sebelas bulan, saringan-saringan masukan boleh jadi begitu longgar. Bahkan mungkin, tidak ada sama sekali. Semua bisa masuk. Mulai dari yang samar, kotor, bahkan beracun. Kalau saja tidak dipaksa ada saringan, proses pengeroposan menjadi sangat cepat. Jiwa-jiwa yang keropos akan membutakan mata hati. “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami? Atau, telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi hati yang di dalam dada.” (QS. 22: 46)
Jika aliran yang masuk melalui pipa mata, telinga, mulut, pikiran, dan rasa bisa tersaring jernih; tidak akan ada endapan. Tidak akan ada tumpukan racun si pembuat keropos. Otomatis, keluaran pun menjadi bersih. Ibadah yang sebelumnya berat menjadi ringan. Sangat ringan!
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntung yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugi yang mengotorinya.” (QS. 91: 7-10)
Semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung karena telah berusaha membersihkan jiwa kita selama sebulan di Ramdhan tahun ini.

Ketiga, sepicik apa pun ego kita, ia bisa dicerdaskan.
Kadang manusia bangga berdiri di atas egonya. Seolah ia mengatakan, “Inilah saya!” Nalar berikutnya pun bilang, pusatkan semua kekuatan diri demi kepuasan ego. Walau sebenarnya, keakuan itu sudah melabrak nilai-nilai ketinggian Islam.
Karena ego, orang bisa menganggap kalau dirinyalah yang terbaik. Tak perlu masukan dan sumbang saran. Karena ego pula, orang menjadi tak perlu berjamaah. Ego menghias kepicikan diri menjadi prestasi besar.
Ramadan memaksa ego untuk tunduk dengan kenyataan. Bahwa, yang ego banggakan ternyata tak sekuat yang dibayangkan. Dan kelemahannya begitu sederhana. Semua ada pada energi yang dihasilkan dari nasi, ikan, telur, dedaunan, dan air. Selebihnya, ego tak punya apa-apa.
Dalam bentuk yang lain, ego bisa ditundukkan dengan memperbanyak sujud. Itulah di antara makna qiyamul lail. Ketika sendiri, kemuliaan ego melalui simbol kepala secara terus-menerus disejajarkan dengan bumi. Suatu tempat di mana di situ ada kotoran, tempat berpijak kaki-kaki hewan, dan tempat berkumpul kotoran manusia. Ego dipaksa untuk melihat kenyataan diri. Bahwa, ia hanya seorang hamba.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya...” (QS. 98: 5)
Semoga tarbiyah Rabbaniyah di Ramadhan tahun ini telah mengembalikan kita kepada kesadaran bahwa kita hanyalah seorang hamba yang tugas utamanya adalah menyembah Allah. Tidak lebih.
Inilah momentum Ramadan yang begitu mahal. Persis seperti kucuran hujan buat para petani. Kumpulan airnya akan berlalu begitu saja jika tidak segera dibendung, dialirkan, dan dimanfaatkan. Agar, benih-benih kebaikan baru bisa tumbuh, besar, dan berbuah. Semoga kita bukan petani yang lalai menampung hujan rahmat di Ramadhan tahun ini.


UMMU HABIBAH

Pada mulanya beliau menikah dengan Ubaidullah bin Jahsy, seorang muslim seperti beliau. Tatkala kekejaman kaum kafir terhadap kaum muslimin, Ramlah hijrah menuju Habsyah bersama suaminya. Disanalah beliau melahirkan seorang anak perempuan, yang diberi nama Habibah. Dengan nama anaknya inilah beliau dijuluki (Ummu Habibah).

Ummu habibah senantiasa bersabar dalam memikul beban lantaran memperjuangkan diennya dalam keterasingan dan hanya seorang diri, jauh dari keluarga dan kampung halaman, bahkan terjadi musibah yang tidak dia sangka sebelumnya. Beliau bercerita, “Aku melihat dalam mimpi, suamiku dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Aku pun terperanjat dan bangun, kemudian aku memohon perlindungan kepada Allah SWT dari hal itu. Ternyata tatkala pagi suamiku telah memeluk agama Nasrani. Kuceritakan mimpiku kepadanya, namun ia tidak menggubrisnya.”

Suaminya mencoba dengan segala kemampuan untuk memurtadkannya, namun Ummu Habibah tetap tak bergeming. Bahkan beliau justru mengajak suaminya untuk kembali ke Islam, walaupun ditolak mentah-mentah dan malah suaminya semakin asyik dengan khamr. Hal ini berlangsung hingga ia meninggal.

Hari-hari berlalu di bumi hijrah, dengan ujian-ujian berat menemani Ummu habibah. Terapi dengan keimanan yang dikaruniakan Allah SWT, dirinya mampu menghadapinya. Suatu malam, dia melihat dalam mimpinya ada yang memanggilnya “Wahai ummu mukminin…!”. Beliaupun terperanjat bangun. Beliau menakwilkan mimpi tersebut bahwa Rasulullah SAW kelak akan menikahinya.

Setelah selesai masa iddah-nya, tiba-tiba ada seorang budak wanita (jariyah) dari Najasyi yang memberitahukan kepada beliau bahwa Rasulullah SAW telah meminangnya. Alangkah bahagianya beliau mendengar kabar gembira tersebut, sehingga beliau berkata, “Semoga Allah memberikan kabar gembira untukmu.” Lantas karena senangnya, beliau menanggalkan gelang kakinya lalu diberikan kepada budak wanita yang membawa kabar tersebut. Setelah itu, beliau meminta Khalid bin Sa’id bin Al-‘Ash untuk menjadi wakil baginya menerima lamaran raja Najasy. Rasulullah bertemu dengannya pada tahun ke enam atau ke tujuh Hijriyah. Kala itu Ummu Habibah berumur 40 tahun.

Ummu Habibah menempatkan urusan agama pada tempat yang pertama. Beliau utamakan akidahnya daripada keluarga. Beliau menyatakan bahwa loyalitas beliau adalah untuk Allah dan Rasul-Nya bukan untuk seorang pun selain keduanya.

Amalan Ahli Surga dan Amalan Ahli Neraka

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah al-Harrani rahimahullaah pernah ditanya tentang amalan ahli surga dan amalan ahli neraka, apa saja. Kemudian beliau menjawab sebagai berikut:

“Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Amalan ahli surga adalah beriman dan bertakwa. Sedangkan amalan ahli neraka adalah kufur, fasik, dan maksiat.

Amalan-amalan ahli surga: iman kepada Allah, Para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir serta beriman kepada qadar (takdir) yang baik maupun yang buruknya.

Amalan ahli surga: Bersyahadat Laa Ilaaha Illallah (Tiada Tuhan yng berhak diibadahi kecuali Allah) dan Muhammad rasulullah (Nabi Muhammad adalah utusan Allah), mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadlan, dan berhaji ke Baitullah. Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah meliha-Nya, dan jika tidak bisa, maka yakinilah bahwa Dia melihatmu.

Di antara amalan-amalan ahli surga: Berbicara jujur, menunaikan amanat, menepati janji, birrul walidain (berbakti kepada orang tua), menyambung hubungan kerabat, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, dan yang menjadi tanggungannya dari kalangan manusia atau binatang.

Di antara amalan ahli surga lainnya: Ikhlas beribadah kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, cinta kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, takut kepada Allah dan berharap rahmat-Nya, kembali kepada-Nya, bersabar menetapi hukum-Nya, dan menyukuri nikmat-nikmat-Nya.

Di antara amalan ahli surga: Suka membaca Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah, berdoa kepada-Nya, meminta dan berharap kepada-Nya.

Di antara ahli surga: Beramar ma’aruf (menyuruh orang berbuat kebaikan), bernahi munkar (melarang orang dari berbuat buruk), berjihad di jalan Allah dalam memerangi orang kafir munafikin.

Di antara amalan ahli surga: Adil dalam semua urusannya, adil terhadap semua makhluk sampai terhadap orang kafir, dan amalan-amalan yan serupa.

Di antara amalan ahli surga: Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang yang pelit kepadamu, memaafkan orang yang menzalimimu, karena Allah menyediakan surga bagi orang-orang bertakwa, yaitu orang-orang yang tetap berinfak dalam kondisi lapang maupun sempit, menahan amarah, memaafkan manusia, dan Allah menyukai orang-orang yang senantiasa berbuat baik.

Amalan Ahli Neraka

Sedangkan amalan ahli neraka adalah seperti berbuat syirik kepada Allah, mendustakan para rasul, kufur dan hasud, berdusta, berhianat, berbuat dzalim, perbuatan keji lagi hina, ingkar janji, memutus silaturahim, takut untuk pergi berjihad, bakhil, tidak singkron antara dzahir dan batin, berputus asa dari rahmat Allah, merasa aman dari adzab Allah, berkeluh kesah (tidak sabar) ketika tertimpa musibah, sombng dan tidak menyukuri nikmat, meninggalkan kewajiban terhadap Allah, melanggar batasan-batasan-Nya, melanggar keharaman-keharaman, takut terhadap makhluk dan tidak takut terhadap khaliq, berharap kepada makhluk dan tidak kepada khaliq, bertawakkal kepada makhluk dan tidak kepada khaliq, beramal dengan riya dan sum’ah, menyalahi Al-Qur’an dan sunnah, taat kepada makhluk dan tidak kepada khaliq, fanatik kepada kabatilan, mencela ayat-ayat Allah, menentang kebenaran, menyembunyikan ilmu dan kesaksian yang sebenarnya harus disampaikannya.

Dan di antara amalan ahli neraka: Melakukan sihir (santet, pelet, dan sejenisnya), durhaka kepada orang tua, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa jalan yang benar, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari peperangan, menuduh wanita baik-baik kagi mukminah telah berbuat zina.

Tidak mungkin merinci dua bagian ini, tapi secara global amalan ahli surga semuanya masuk kategori ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan amalan ahli neraka semuanya masuk kategori maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya.

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al-Nisa’: 13-14) wallahu a’lam.